Baru-baru ini jagat twitter dihebohkan dengan narasi yang menyatakan bahwa terdapat perguruan tinggi negeri yang melangsungkan ospek dengan “bentak-bentakan” (yang sebenarnya tidak perlu, malah bertendensi cringe). Lebih lanjut, dalam narasi yang juga didukung oleh bukti berupa video tersebut, menyatakan bahwa kebebasan berpendapat mereka telah dirampas.
Hal itu terjadi ketika dua mahasiswa baru yang turut dalam kegiatan ospek menyuarakan ketidaksenangannya dengan cara ospek yang dibentak-bentak. Namun, sebagaimana kampus yang merupakan miniatur sebuah negara, maka yang didengar suaranya hanyalah mereka yang memiliki wewenang: panitia ospeknya sendiri. Perguruan tinggi negeri yang “katanya” nyaris tak pernah absen mendemo pemerentah ini, yang “katanya” suara kecil dari mahasiswa harus didengarkan oleh pemerentah-pemerentah sana ini, mirisnya malah menyumpal telinga dan merampas hak berpendapat dari kalangan mahasiswa baru dalam suasana ospek universitas.
Mahasiswa baru yang polos dan naif mungkin akan bertanya-tanya sambil terus bergeming: ini ospek di kampus memang dibentak begini, ya? Sedangkan mahasiswa yang memiliki background pencak silat mungkin bergurau dengan temannya: sama kayak uji kenaikan tingkat, ya? diikuti dengan tawa kecil di ujung kalimatnya. Akan tetapi, bagi mahasiswa yang paham bahwa bentak-membentak ini adalah sesuatu yang salah, maka yang terjadi adalah selayaknya dua mahasiswa nahas yang terpaksa harus menelan kembali pendapatnya itu. Barangkali saat itu kedua mahasiswa tadi menangkap sekelebat muka dari Bayem Sore di meme-meme beberapa waktu lalu: lu punya kuasa, lu bisa bungkam pendapat orang.
Penyelenggaraan ospek dengan bumbu “membentak” di salah satu PTN yang berada di pulau garam itu nyatanya diterapkan pula pada tahun ajaran 2019, yang mana saat itu, saya adalah salah satu mahasiswa yang kena semprot oleh Komite Disiplin. Ya! Komite disiplin adalah “algojo” yang diberikan mandat oleh ketua panitia untuk menyerang psikis mahasiswa baru melalui bentakan dan teriakan.
Komite disiplin biasa memasuki area ospek saat acara-acara inti masih hangat-hangatnya dirampungkan. Entah untuk memberi jeda acara selanjutnya, atau untuk menertibkan mahasiswa baru agar tetap duduk manis di kursinya dan tidak membuat keriuhan. Yang mana kenyataannya ialah Komite Disiplin itu sendiri yang membikin gaduh dan menerjang mahasiswa menggunakan pekikan-pekikan yang tak jelas. Apa urgensinya? Mengasah mental mahasiswa baru agar berani? Agar kuat menghadapi dunia perkuliahan yang keras?
Pada kenyataannya, panitia-panitia ospek diambil dari berbagai fakultas dan prodi di universitas tersebut. Yang mana terdapat Prodi Psikologi pula. Maka pertanyaan spontan, klasik, dan (mungkin) bisa disikapi dengan serius adalah apakah mental akan terasah dengan bentakan yang disudutkan kepada mahasiswa baru? Kemudian kontemplasi yang barangkali dilakukan oleh panitia ospek yang berasal dari Prodi Hukum adalah apakah membungkam kebebasan berpendapat diiringi dengan bentak-membentak ini tidak melanggar sebuah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia?
Pada tahun ajaran 2020/2021, Lembaga Pers Mahasiswa dari kampus tersebut telah melakukan liputan dengan salah satu narasumbernya ialah Ketua Lembaga Pengembangan, Pembelajaran, Dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP3MP). Ketua LP3MP tersebut memaparkan bahwa rektor sudah mengimbau agar seluruh program studi segera mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Dalam pemberitaan yang dimuat pada tahun 2020 tersebut, Wakil Dekan Fakultas Teknik berpendapat bahwa penerapan Kurikulum MBKM masih bersifat trial error. Bersandar pada data tersebut, lalu meninjau ulang kejadian ospek mahasiswa baru pada tahun 2023 ini, maka pertanyaan saya adalah “apakah setelah kurang lebih tiga tahun, masih lumrah jika tetap ada error? Mengingat Kemendikbud juga telah meluncurkan pedoman umum terkait Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2023.
Pedoman PKKMB 2023 bisa diakses secara bebas di internet. Dan dalam file yang berekstensi pdf tersebut, terdapat pembahasan mengenai asas pelaksanaan PKKMB. Point ketiga-nya ialah ber-asas humanis. Begini bunyinya:
“Asas humanis, yaitu kegiatan penerimaan mahasiswa baru dilakukan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan prinsip persaudaraan serta antikekerasan.”
Saya masih bingung, apakah merampas kebebasan berpendapat masuk dalam unsur keadilan? Apakah membentak adalah perilaku beradab nan antikekerasan?
Sudah seyogyanya bentak-membentak ini ditiadakan. Kalau terus-menerus dipelihara dari tahun ke tahun, maka di sini, saya hanya bisa mendoakan:
- Semoga saat ospek di tahun berikutnya, seluruh mahasiswa baru tidak lugu perkara ini
- Semoga saat ospek di tahun berikutnya, seluruh mahasiswa baru adalah guru karate atau guru pencak silat atau guru dari aliran bela diri apa pun. Agar saat Komite Disiplin datang dan mulai membentak, satu gedung tertawa ngakak selayaknya nonton stand up comedy.