Judul buku: Eminus dolere: Panduan Mempersiapkan Perpisahan
Oleh: Arman Dhani
Diterbitkan oleh Buku Mojok
Ini buku pertama dari Arman Dhani yang kubaca. Bagaimana aku berkenalan sebelah tangan (aku sendiri yang mengenalnya, sedang dia tidak tahu aku) dengannya ialah melalui tulisannya: Cinta Adalah di akun medium miliknya. Definisi cinta yang umumnya melankolis mendayu-dayu cenderung cengeng, dibikin sederhana sekaligus amat dekat dengan kehidupan kita. Bayangkan saja, penulis dan editor yang berbasis di Yogyakarta itu melukiskan cinta sama dengan kentut yang tidak ditahan; sebatang rokok seusai makan; dan es krim rasa vanila dengan pancake yang dibuat dengan sedikit gula.
Tak butuh waktu lama, aku mulai gemar menilik beberapa tulisannya yang tersebar di Mojok.co, Tirto.id, dan medium. Sampai suatu ketika, datang keajaiban bernama “promosi” atau cuci gudang oleh Mojokstore. Di sanalah aku membeli dan mencicip buku ini. Tentu ini karena prinsip “mumpung” yang saat ini kupegang–mumpung beli ini gratis itu atau mumpung harganya murah.
Eminus dolere: panduan mempersiapkan perpisahan. Buku dengan 236 halaman ini bersampul full hitam dengan dua kursi putih saling berhadapan di bagian pojok bawah kanan. Nuansa keputusasaan seakan-akan menjerat visual calon pembaca, mendeskripsikan kemuraman buku dengan cara yang tersirat. Di punggungnya terdapat sepenggal senandika yang diambil dari isi buku serta ada semacam headline terpampang mendominasi: Panduan Mempersiapkan Perpisahan.
Hanyut dalam tiap lembarannya membuatku tak sadar buku ini telah purna kubaca. Dengan ditemani hujan–biar terkesan nulis pada waktu yang sama, soalnya dalam prolog, buku ini juga ditulis dalam keadaan di luar sedang hujan–aku mencoba melakukan review Eminus dolere: Panduan Mempersiapkan Perpisahan.
BACA JUGA: Pesan Ayah Untuk Putrinya: Saat Kau Telah Mengerti – Virgoun
Mari masuk ke dalam buku!
Amat jujur, sederhana, dan lugas sekaligus puitis. Buku fiksi berbentuk solilokui yang mengusung tahapan kehidupan romantis secara sempurna: Bertemu, bersama, dan berpisah, ini mengupas dengan sebenar-benarnya tentang apa yang dirasakan oleh para pencinta dalam beberapa dekade terakhir.
Setelah halaman daftar isi, terdapat dua kata amat spesial nan sentimental. Di sana tertulis “Untuk Manda”. Hal tersebut secara tersirat memicu sebagian besar orang (termasuk aku) bahwa selain dendam, jatuh cinta-patah hati bisa mengantarkan seseorang untuk membikin karya.
Panduan mempersiapkan perpisahan menjadi semacam tagline yang menggiurkan, dan benar saja, isi dari buku ini memang didominasi oleh bab “berpisah” dengan 90 halaman. Kemudian bab “bersama” menyusul dengan 68 halaman, dan “bertemu” sekitar 60 halaman.
Dalam prolog, penulis mencerahkan soal kenapa ia membukukan kisah cinta sejujur ini. Memulai menulis dengan ketidaktahuannya kenapa ia menulis. Dengan harapan semoga buku ini bakal bermanfaat merupakan ending dari prolog.
Bab Bertemu terisi dengan penuh tentang pengalaman cinta platonis dari penulis, juga ketidakberdayaan apabila cintanya tak berbalas. Sebuah episode yang membikin pembaca senyum-senyum kecil. Membaca rentetan hal yang kerap pembaca temui barangkali. Pedekate. Alasan kenapa kupu-kupu menghiasi perut seorang pencinta.
Bab bersama, “Kulantunkan sepenggal lagu Moldy Peaches untukmu; “Anyone But You”. Bahwa kamu dan aku adalah sepasang ugly people yang saling mencintai. Kita lebih sering bertengkar daripada jumlah presiden SBY mengucapkan kata prihatin. Kita lebih sering diam-diam ngambek serupa anak SMP berdebat perihal remeh-temeh konyol daripada jumlah kita saling merayu dan bertemu.” adalah sepenggal senandika yang tertoreh dalam bab ini. Terdapat rayuan, tetapi ketidakjelasan mulai menampakkan dirinya di antara sepasang kebersamaan ini.
Bab berpisah benar-benar bab yang kuat menurutku. Itu ditandai dengan berbagai kejujuran yang manusiawi selepas berpisah dengan orang yang kita sayangi. Perasaan tidak berdaya, ingin kembali bersama, bahkan terlibat curhat dengan Tuhan juga tak lepas dari sisi apa yang diyakini bakal dilakukan oleh segenap manusia perihal cinta. Harapan kemudian menguap membubung lalu hilang begitu saja. Sampai “selamat tinggal” menjadi dua patah kata yang mematahkan segala kemungkinan untuk bersama. Dalam bab ini, setia dan ketidaksetiaan dipertanyakan. Sifat manusia yang manusiawi juga diungkap. Bahwa manusia tidak serupa dengan malaikat. Soalan mencintai adalah manis berkelindan dengan pahit. “…yang pasti dari perpisahan adalah luka, dan sisanya adalah dusta.”
Dari kisah cinta menjadi buku. Lalu sudahkah kamu tahu bahwa buku ini telah dialihwahanakan menjadi film dengan judul “Panduan Mempersiapkan Perpisahan”?
Bagi kamu yang suka dengan bacaan jujur, sederhana, lugas sekaligus puitis, menjajal buku ini bisa bikin keterusan dan tak ingat wayah (baca: waktu)

Anak kesayangan Emak