Beberapa waktu yang lalu, rakyat Indonesia telah memilih kepala negara, dengan harapan agar negara ini lebih maju. Ya, setidaknya selama masa kepemimpinannya kelak, yakni lima tahun ke depan. Reaksi warga sipil amat beragam. Ada yang tetap fanatik pada salah satu kubu, ada yang berfokus menjelekkan kubu lain, ada juga yang berpikiran, “Meskipun Indonesia ganti presiden siapa pun, kita ya tetap cari kerja. Jadi, untuk apa terlalu memikirkan hal itu, wong nantinya juga bakal sama pula.” Ya, skeptis dengan pemilu.
Bagi mereka yang skeptis dan berpikiran selayaknya yang saya tulis di atas, mungkin menghayati film Jawan bakal membuat mereka berpikir ulang, juga memberikan penyadaran yang cukup menyentak.
Disutradarai oleh Atlee Kumar, seorang sutradara; penulis naskah; dan produser film yang berkiprah di industri film Tamil, Film Jawan adalah satu dari beberapa film blockbuster yang digarap olehnya. Bahkan, melalui Jawan ini, ia telah mencatatkan diri menjadi sutradara pertama Tamil yang mencapai pengakuan di Hollywood.
Di samping digarap oleh sutradara kawakan, Film Jawan juga dibintangi oleh King Khan. Daya pikat Shah Rukh Khan tentu tak bisa diragukan lagi. Terlebih dalam film dengan genre Action, Thriller ini. Shah Rukh Khan memerankan dua tokoh sekaligus, yaitu Vikram Rathore dan Azad Rathore. Tokoh utama yang memiliki visi menata ulang masyarakat India.
Film ini benar-benar menggaruk borok pemerintahan India sendiri. Berfokus pada nasib nahas profesi petani dan sektor kesehatan India yang sangat teruk. Permasalahan kemiskinan juga senantiasa disorot sebagaimana kenyataan pahit yang menimpa Negara Anak Benua itu.
Memasuki Awal Film
Ketika memasuki babak awal, pada menit yang belum genap tiga puluh, ingatan saya terlempar pada tokoh agama yang dikagumi di tanah Jawa, Sunan Kalijaga. Pada mulanya, ketika belum ditahbiskan menjadi Sunan Kalijaga, Raden Mas Said adalah seorang pencuri yang “mulia”.
Ketika dirinya geram mengetahui betapa malangnya nasib penduduk miskin di daerahnya, Raden Mas Said langsung mengambil tindakan: mencuri makanan dari mereka yang kaya lalu mengopernya pada penduduk miskin. Pencurian dilakukan dengan senyap, dan secara senyap pula ia meletakkan makanan itu di depan tiap rumah warga miskin saat matahari hendak memulai shift-nya.
BACA JUGA: Review Film Ancika, Pudarnya Karakter Dilan
Wajah Kemiskinan dan Kasus Bunuh Diri
Masih dengan tujuan yang sama, tetapi dalam skala yang lebih besar, Azad (Shah Rukh Khan) memanfaatkan seorang menteri untuk mengeruk uang lantas diberikan kepada penduduk miskin. Dalam babak awal film ini, penduduk miskin itu berasal dari profesi petani.
Kasus penindasan para petani yang menimpa India telah membuat hati Azad geram betul. Represi dari para penguasa telah berujung pada meningkatnya kasus bunuh diri petani di India. Terdapat sekitar 10.281 kasus kematian, dan setiap petani yang meninggal itu selalu dalam keadaan tercekik tali, tergantung di bawah pohon, juga menjulurkan lidah dengan kaki yang terjuntai berayun-ayun. Atau singkatnya, bunuh diri.
Bersama dengan keenam wanita sebagai anggota timnya, Azad membajak satu kereta api dan mengancam akan menembak para penumpang sekalian masinisnya, jika tuntutan yang ia gencarkan kepada pihak kepolisian tak dikabulkan.
Tuntutan itu mengharuskan menteri pertanian untuk duduk di ruang negosiasi bersama polisi India, kemudian dilanjut dengan diskusi antara dirinya dengan Azad. Isi dari perbincangan itu sungguh miris. Menteri pertanian ternyata merasa asing dengan jumlah kasus bunuh diri dari para petani yang mencapai lebih dari sepuluh ribuan itu. Menteri pertanian juga ternyata meninggikan pajak pembelian traktor, yang mana dengan alat itulah para petani bisa bekerja dengan efektif.
Merasa bahwa tamparan refleksi kehidupan semacam itu saja tak cukup, Azad kemudian menjelma menjadi pelipur lara bagi para petani. Tuntutan sesungguhnya pun ia lontarkan: 40.000 juta rupee dan harus ditransfer ke rekening Azad dalam jangka waktu lima belas menit. Pihak polisi beserta negosiator kelabakan, hingga ujungnya mereka mentransfer sejumlah uang itu, dengan anggapan segera membekukan rekening milik Azad ketika kereta api yang ia tumpangi berhenti di stasiun berikutnya. Akan tetapi, tim IT dari pihak polisi tidak bisa membekukan rekening itu sebab tim IT dari pihak Azad telah menyalurkan uang itu ke sekitar 700 ribu petani yang ada di India.
Babak pertama dalam film Jawan mengkritisi kinerja “orang-orang atas” yang ada di negara India. Dalam data statistik resmi pemerintah India pada tahun 2009, terdapat sebanyak 17.368 kasus bunuh diri yang dilakukan oleh petani. Wartawan BBC yang meliput permasalahan di Asia Selatan juga mencatat sekitar 70% kasus bunuh diri petani terjadi di lima negara bagian di India selatan dan tengah. Jalur itu bahkan diberi nama “jalur bunuh diri”.
Permasalahan yang mendasari tindakan mengerikan itu cukup beragam, meski jika ditarik benang merah, kita akan menemukan ujung pangkalnya: pemerintahan. Biaya hidup di India meningkat tajam; harga bibit, pestisida, dan pupuk melonjak drastis antara 50-300%. Kemudian mirisnya, pendapatan petani tidak kunjung naik.
Kegagalan pemerintah untuk mensejahterakan para petani India itu terus berlanjut sebab memang tidak ada revisi atau pembenahan dalam segi kebijakan. Maka, kata “kegagalan” itu akan senantiasa hidup abadi sampai kapan pun. Salah satu cara yang mungkin berhasil untuk menyadarkan pemerintah akan urgensi kesejahteraan para petani ialah melalui menteri pertanian; wakil bagi para petani.
Azad sebagai tokoh utama dalam film ini pun telah berhasil mendesak atau kata halusnya mungkin “membelalakkan mata si menteri pertanian” agar ia melihat secara saksama dan lebih nyata betapa kehidupan para petani jauh dari kata sejahtera alih-alih tercekik (secara harfiah).
Jika mungkin bagi para penonton film ini, angka 10.281 itu terlalu dilebih-lebihkan karena tidak sesuai data, maka bacalah tulisan P.Sainath ini yang menyatakan bahwa pemerintah India cenderung menutupi angka kematian petani sesungguhnya. Dalih yang dipakai ialah bahwa kasus bunuh diri istri petani tidak masuk ke dalam hitungan sebab menurut adat, perempuan—yang petani—tidak diklasifikasi sebagai petani sehingga istri dari para petani akan masuk dalam hitungan kasus bunuh diri saja, dan bukan bunuh diri petani.
BACA JUGA: Usaha Mengalahkan Quarter Life Crisis
Kesehatan dan Kegagalan Pemerintah
Sektor lain yang turut digelandang untuk masuk dalam film Jawan ini adalah kesehatan dan rumah sakit. Dalam film itu, menteri kesehatan tengah gagah menyuarakan kebohongan manis di atas mimbar pidato. Ia mengatakan kalau fasilitas rumah sakit, bukan hanya di kota melainkan di tingkat daerah, telah terisi dengan fasilitas yang mumpuni, tenaga medis yang cakap, dan infrastruktur yang baik.
Para penduduk yang malang lantaran diserang segala penyakit tak perlu risau dan susah-susah menempuh perjalanan jauh ke kota untuk mendapatkan penanganan. Cukup di rumah sakit daerah saja sudah sangat mumpuni. Hingga ketika pesan cuap-cuap yang tak lebih dari dengungan lebah bagi telinga tim Azad itu beralih menjadi kalimat tantangan, maka di situlah perwujudan dari omongan sang menteri dibuktikan.
“Kalau tak percaya, tembak saya! Seluruh fasilitas rumah sakit negeri ini telah mumpuni dan siap menampung berbagai kesakitan!” Peluru seketika menembus tulang selangka si menteri. Tak sadarkan diri, dengan ditemani asistennya, menteri kesehatan dimasukkan ke dalam mobil ambulans.
Ambulans mengarah ke rumah sakit daerah. Asisten memekik, “Kenapa kau bawa pak menteri ke rumah sakit yang buruk ini!” Tak banyak balasan yang diterima asisten itu kecuali sikap diam para anggota tim Azad. Rumah sakit tak ubahnya ruangan pengap, kumuh, penuh jaring laba-laba di mana-mana. Mencerna sedang berada di mana, si asisten menarik kesimpulan secara mandiri, “Apakah tulisan rumah sakit di depan tadi hanyalah plang belaka?” Ironis memang. Akan tetapi kenyataannya memang tak lebih daripada di film.
India masih kewalahan berkubang untuk mengatasi tantangan-tantangan yang harus dihadapi agar sampai kepada rumah sakit umum yang berkualitas. “Pekerjaan rumah” seputar permasalahan sosial, ekonomi, budaya, hingga politik adalah beberapa tantangan yang harus dihadapi dan dituntaskan. Jangankan kesejahteraan rumah sakit di kota dan daerah (desa), layanan kesehatan dasar saja masih sukar dijangkau masyarakat umum.
Biang permasalahan itu tak lain dan tak bukan ialah berasal dari kebijakan yang lahir dari badan-badan pemerintahan. Kebijakan neoliberal di negara India berimbas pada meningkatnya layanan kesehatan swasta. Akibatnya, para petugas layanan kesehatan lebih tertarik untuk masuk ke rumah sakit milik swasta dengan harapan mendapat keuntungan finansial berlebih, yang mana rumah sakit swasta berdiri di daerah perkotaan. Maka, bagaimana kemudian nasib rumah sakit India di wilayah pedesaan? Jawabannya sudah tergambar secara nyata dalam scene di film Jawan: memprihatinkan.
Terlebih India mempunyai permasalahan dengan defisit sumber daya manusia di sektor kesehatan. Dalam sebuah penelitian yang membahas mengenai sumber daya manusia di sektor kesehatan di India, keuntungan finansial yang terkonsentrasi di daerah perkotaan sebab pendirian rumah sakit swasta merupakan bagian dari permasalahan yang harus diatasi oleh pemerintah India. Jika digeneralisasi, permasalahan mengenai buruknya tata kelola di sektor kesehatan perkotaan sekaligus pedesaan dan rendahnya investasi adalah dua masalah yang harus segera diatasi pemerintah India.
Pentingnya Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu
Ketika film hendak menyentuh menit-menit akhir, poin utama yang ingin disampaikan pun tersingkap. Azad bukan lagi mengincar menteri-menteri, yang bertugas sebagai kaki tangan, yang mengurus satu dua sektor dalam tata kelola negara. Kali ini Azad mengincar pemahaman masyarakat akan pentingnya memilih kepala negara.
Penulisan monolog dalam scene ini sungguh patut diacungi jempol. Storytelling dari Azad dimulai dari kebiasaan remeh-temeh masyarakat India, yakni: mempertanyakan. Ketika hendak membeli beras, orang-orang mempertanyakan apakah beras itu ada kerikilnya? Membeli sabun juga dipertanyakan dahulu apakah busanya banyak? Apakah obat nyamuk dengan merk ini mampu bertahan lima jam? Dan pertanyaan serupa lainnya.
Rakyat India suka mempertanyakan banyak hal seperti itu.“… kecuali satu hal, saat memilih orang yang duduk di pemerintahan”. Kenapa segala macam pertanyaan kemudian mandek saat mereka hendak nyoblos pemilu? Padahal orang-orang yang dicoblos itulah yang akan menjamin bagaimana kehidupan di India dalam lima tahun kelak. Bagaimana pendidikan anak-anak, lowongan pekerjaan, juga dalam sektor kesehatan.
Tokoh Azad seakan menampar dengan keras seluruh lapisan masyarakat yang tidak pernah mempertanyakan siapakah yang layak memimpin negerinya dalam lima tahun ke depan. Urgensi pengetahuan tentang program kerja dari calon dan wakil kepala negara harus dipahami betul-betul.
Lalu ketika saatnya tiba, saat pengambilan suara dilakukan, di situlah setiap individu harus mengambil peran. Pilihan mereka melalui tangan kepunyaan mereka itulah yang menjadi penentu masa depan mereka sendiri.
Monolog yang dilakukan oleh Azad itu sontak jadi pemberitaan live breaking news di televisi, dan menyedot jutaan pasang mata penduduk India dari berbagai lapisan masyarakat. Seluruhnya tersihir oleh kenyataan yang disampaikan dengan begitu berwibawa oleh Azad. Film Jawan adalah karya seni yang elegan dalam mengkritik pemerintahan. Di samping menguak borok pemerintah, film ini juga sarat tamparan bagi mereka yang tak peduli dan tak mempertanyakan tentang bakal kepala negara, yang “berkuasa” terhadap diri mereka sendiri dalam lima tahun ke depan.
Sekian review film Jawan, terima kasih sudah membaca!
Judul: Jawan
Sutradara: Atlee Kumar
Pemain: Shah Rukh Khan, Deepika Padukone, Nayanthara, Vijay Sethupati, Sanya Malhotra, Priyamani
Durasi: 2 jam 45 menit
Tahun: 2023
Genre: Action, Thriller